Seiring dengan perkembangan teknologi sekarang, banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh. Namun, segala sesuatu pasti memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatif yang sedang booming ialah fenomena orang-orang yang "gila" secara mendadak.
Salah satu bukti yang paling nyata terlihat
di jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan kawan-kawannya. Kita pasti pernah melihat postingan seperti di bawah ini dituliskan oleh
teman-teman kita atau mungkin bahkan kita sendiri :
"Lapar".
"Ngantuk".
"Mati lampu".
Sadar atau tidak sadar, teknologi telah membuat sebagian dari kita menjadi gila. Berikut ini perbandingan perilaku orang gila dan orang waras :
Orang gila : lapar -- update status
"Lapar".
"Ngantuk".
"Mati lampu".
Sadar atau tidak sadar, teknologi telah membuat sebagian dari kita menjadi gila. Berikut ini perbandingan perilaku orang gila dan orang waras :
Orang gila : lapar -- update status
Orang waras :
lapar -- makan
Orang gila : ngantuk -- update status
Orang waras : ngantuk -- tidur
Orang gila : ngantuk -- update status
Orang waras : ngantuk -- tidur
Orang gila : mati lampu -- update status
Orang waras : mati lampu -- ambil lilin dan korek api, lalu menghidupkan lilin.Fenomena yang satu ini terjadi karena adanya persepsi bahwa anak gaul adalah orang yang selalu aktif di dunia maya dan memberitahukan apa yang sedang terjadi, dirasakan dan dilakukannya. Atau dengan kata lain, dunia harus tahu semuanya tentang dia. Anak gaul dianggap seakan-akan memiliki kasta yang lebih tinggi dibandingkan anak kurang gaul. Anak gaul dianggap keren, up-to-date, dan merupakan sesuatu yang dapat dibanggakan, sehingga mereka berusaha untuk mendapat predikat tersebut.
Bukti yang kedua masih juga terlihat di jejaring sosial, seperti
Instagram dan Path yaitu menggunggah foto makanan yang ada di
hadapannya. Memotret makanan dan mengunggahnya seolah sudah menjadi
ritual. Bukan hanya sekali, makanan akan difoto beberapa kali dari angle
yang
berbeda-beda. Bahkan, tidak jarang mereka sampai harus berdiri supaya
semua makanan bisa masuk dalam satu frame foto.
Selanjutnya, hasil foto itu diedit menggunakan filter tertentu atau
di-crop agar lebih menarik. Bahkan, ada juga yang menambahkan stiker dan
tulisan. Jika sudah dianggap oke, mereka akan segera mengunggahnya. Tidak
lupa foto diberi hashtag dan detail lokasi tempat makan yang didatangi.
Perbandingan perilaku orang gila dan orang waras :
Orang gila : mau makan -- ambil smartphone, memotret makanan lalu mengunggahnya
Orang waras : mau makan -- berdoa
Fenomena di atas dilakukan orang untuk menunjukkan kelas sosialnya. Hal ini bisa dilihat dari kelas makanan yang diunggah. Kalau seseorang mengunggah makanan dari restoran terkenal, ia akan dianggap lebih ”berkelas” karena bisa makan di tempat yang sedang hits dan harganya relatif mahal. Biasanya mereka tidak akan mengunggah kalau makan di tempat biasa dengan makanan yang biasa pula.
Fenomena di atas dilakukan orang untuk menunjukkan kelas sosialnya. Hal ini bisa dilihat dari kelas makanan yang diunggah. Kalau seseorang mengunggah makanan dari restoran terkenal, ia akan dianggap lebih ”berkelas” karena bisa makan di tempat yang sedang hits dan harganya relatif mahal. Biasanya mereka tidak akan mengunggah kalau makan di tempat biasa dengan makanan yang biasa pula.
Berdasarkan
2 bukti di atas terlihat adanya hubungan antara motivasi dan perilaku.
Motivasi merupakan suatu tenaga yang terdapat dalam diri manusia yang
menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasi tingkah laku (perilaku).
Perilaku ini timbul karena adanya dorongan faktor internal dan faktor
eksternal. Perilaku dipandang sebagai reaksi atau respons terhadap suatu
stimulus.
Woodhworth (dalam Petri, 1981) mengungkapkan bahwa perilaku terjadi karena adanya motivasi atau dorongan (drive) yang mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai. Karena tanpa dorongan tadi tidak akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan individu pada suatu mekanisme timbulnya perilaku. Dorongan diaktifkan oleh adanya kebutuhan (need), dalam arti kebutuhan membangkitkan dorongan, dan dorongan ini pada akhirnya mengaktifkan atau memunculkan mekanisme perilaku.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa motivasi sebagai penyebab dari timbulnya perilaku menurut konsep Woodworth mempunyai 3 (tiga) karakteristik, yaitu :
Woodhworth (dalam Petri, 1981) mengungkapkan bahwa perilaku terjadi karena adanya motivasi atau dorongan (drive) yang mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai. Karena tanpa dorongan tadi tidak akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan individu pada suatu mekanisme timbulnya perilaku. Dorongan diaktifkan oleh adanya kebutuhan (need), dalam arti kebutuhan membangkitkan dorongan, dan dorongan ini pada akhirnya mengaktifkan atau memunculkan mekanisme perilaku.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa motivasi sebagai penyebab dari timbulnya perilaku menurut konsep Woodworth mempunyai 3 (tiga) karakteristik, yaitu :
- Intensitas; menyangkut lemah dan kuatnya dorongan sehingga menyebabkan individu berperilaku tertentu;
- Pemberi arah; mengarahkan individu dalam menghindari atau melakukan suatu perilaku tertentu;
- Persistensi atau kecenderungan untuk mengulang perilaku secara terus menerus.
Dengan kata
lain, jika ketiga hal tersebut lemah, maka motivasi tak akan mampu menimbulkan
perilaku.
Nama : Renato Rashidi S
NIM : 121402015 Nama : Renato Rashidi S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar